Kemarin, tanggal 10 September 2013 bertempat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso dilangsungkan Lomba Pemilihan Duta
Kesehatan Remaja dengan peserta dari beberapa SMA di Bondowoso. Perlombaan ini
dimaksudkan untuk menyosialisasi dan
mempromosi Program UKS & ARU dikalangan siswa dan sekolah agar siswa
memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang positif dalam pengembangan
dirinya melalui figur Duta Kesehatan Reproduksi Remaja. Pemilihan duta
kesehatan ini dirasa lebih efektif karena komunikasi yang terjalin dilakukan
dengan pendekatan dari, oleh, dan untuk siswa sehingga menjadi ramah siswa.
Disamping itu, dilingkungan masyarakat secara umum icon Duta Kesehatan Reproduksi Remaja dirasa memberi nilai lebih
dalam melaksanakan sosialisasi program. (http://dutakesehatanjember.webs.com/latar-belakang).
Kenyataan tentang hakikat Kesehatan
Reproduksi Remaja versi WHO tidak diketahui oleh pihak sekolah dan siswa.
Demikian pula kenyataan bahwa pemilihan Duta kesehatan remaja adalah pemilihan
duta kesehatan reproduksi remaja ini jauh dari bayangan pihak sekolah dan
siswa, sebagai peserta dan pelaku aktif nantinya.
Salah satu peserta semifinal menuturkan bahwa ketika
sesi wawancara dia ditanya tentang masturbasi, bagaimana masturbasi –juri
menyediakan boneka, tentang onani yang biasa dilakukan remaja pria, dan
ejakulasi. Pertanyaan-pertanyaan ini sangat tidak logis, mencengangkan bahkan
menyesakkan dada. Bagaimana di sebuah forum ilmiah muncul pertanyaan yang
sangat “merusak”? Disadari tidak oleh dewan juri dan penyelenggara acara ini,
materi pertanyaan-pertanyaan ini membuat peserta yang semula tidak tahu akan
mencari tahu. Peserta yang semula tidak pernah mempraktikkan akan mencoba karena
diburu oleh rasa penasaran dan pengaruh hormonal tubuhnya.
Ketika Duta Kesehatan Remaja ini adalah Duta
Kesehatan Reproduksi Remaja, maka mereka akan menjadi juru kampanye berbagai
program kesehatan reproduksi remaja termasuk mengampanyekan perilaku seks aman
tanpa terjerumus seks bebas dan hamil.
Data Perilaku Seks Remaja
Hasil survey terhadap pelaku Seks Pranikah di 33 provinsi di
Indonesia sebanyak 62,7%
(26, 23 juta) mereka menggunakan alat kontrasepsi. Bila dihitung dengan
remaja putra total ada 22,4 juta pada tahun 2008, hasil penelitian KPAI (komisi
perlindungan anak Indonesia). Diperkirakan terdapat 40% remaja putri
menggunakan alat kontrasepsi untuk melakukan seks bebas atau sekitar 11,2 juta remaja putri
remaja (survey KPAI, 2008). Akibatnya 25% (sekitar 7 juta) dari pelaku seks
pranikah dan hamil memilih ABORSI. Pada tahun 2008 sebanyak 42.000 remaja putri tewas akibat melakukan
aborsi (survey KPAI, 2008). Perilaku seks
bebas juga rawan tertular dan menularkan berbagai penyakit menular seksual.
Angka-angka ini cukup
membuat miris siapapun yang peduli terhadap masa depan negeri ini. Hitam dan
putih masa depan Indonesia ada di tangan generasi muda sekarang. Upaya untuk
menyelamatkan remaja dari perilaku seks bebas adalah kewajiban pemerintah. Akan
tetapi, menelisik dan mencermati bahaya-bahaya terselubung dibalik
program-program manis kesehatan reproduksi remaja yang ditawarkan oleh WHO sebagai badan
kesehatan dunia jauh lebih penting lagi. Karena solusi yang harus diberikan
kepada remaja adalah solusi yang dapat menyelamatkannya di dunia dan
akhiratnya. Solusi yang menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru.
Kesehatan Reproduksi Remaja Versi
WHO
Pengertian kesehatan reproduksi
menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana
manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan
proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Dalam program
KRR ini remaja tidak hanya disuguhi fakta-fakta biologis, tapi juga informasi
dan keterampilan praktis kepada para remaja mengenai soal berkencan,
menyalurkan hasrat seksual melalui masturbasi dan onani, hubungan seks aman,
serta penggunaan kontrasepsi. Di Indonesia pemerintah melalui Dinas
Kesehatan dan BKKBN mengeluarkan kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi
melalui penyuluhan, seminar, buku saku dan dirumuskan dalam kurikulum formal
maupun non formal. Dari segi muatan, materi yang disampaikan berisi
gambar dan penjelasan vulgar, provokatif (keinginan untuk mencoba) serta tidak
tepat sasaran (lebih tepat untuk pasutri). Indonesia mengadopsi langsung
program ini dari negara asalnya, Amerika. Padahal di Amerika sendiri, remaja
adalah pelaku aktif terbesar perilaku seks bebas dan pengguna terbanyak
berbagai jenis alat kontrasepsi (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/06/15/pendidikan-seks-remaja-malah-semarakkan-seks-bebas).
Fakta ini tidak pernah disadari dampaknya oleh para pengambil kebijakan.
Apabila diringkas, konten Kesehatan
Reproduksi Remaja versi WHO adalah sebagai berikut:
·
Penjelasan
perubahan fisik dan psikis remaja, perilaku Seks yang aman.Penjelasan cara reproduksi, pemakaian alat kontrasepsi,
perilaku seks tanpa pasangan (masturbasi dan onani)
·
Terjadinya
kehamilan
dan cara mencegah Kehamilan tidak diinginkan (KTD)
·
Info
tentang PMS (Penyakit menular Seksual) dan cara pencegahannya
Solusi Ambigu Program ABCDE
Sebagai solusi
bagi remaja, mereka menawarkan program ABCDE, yaitu Abstenstia (tidak melakukan
hubungan seksual, namun bisa menyalurkannya melalui ‘media’ lain), be faithful
(setia pada satu pasangan untuk mengurangi resiko tertular PMS), Condom
(senantiasa menggunakan kondom saat melakukan aktivitas seksual dengan pasangan.
Keberadaan ‘pengaman’ ini mudah didapati di minimarket-minimarket yang kini
makin tersebar di tiap kecamatan), no Drug (tidak memakai narkoba dan miras),
dan Equipment/education dengan memberikan pendidikan seks ala KRR WHO.
Para remaja setelah dibekali ilmu
tentang kespro, dibebaskan memilih sikap yang mereka ambil asalkan bertanggung
jawab. Apa arti dari bertanggung jawab? Artinya harus siap menghadapi resiko.
Bukankah ini pendidikan yang mengarah pada liberalisme?
Gaya hidup serba boleh (permisif)
ini perwujudan dari kebebasan berperilaku yang merupakan salah satu pilar dari
pemikiran liberal yang diagung-agungkan masyarakat Barat. Dari sini jelas sudah
bahwa dibalik upaya sosialisasi program kesehatan reproduksi remaja ada
rekayasa global untuk mengeksiskan gaya hidup liberalis khususnya bagi para
remaja. Oleh sebab itu, ketinggian sikap waspada harus selalu dimunculkan.
Demikian pula dibutuhkan kepekaan
politis yang harus dimiliki saat ini, agar tidak terjebak pada rekayasa global
yang disponsori Barat. Sekilas memang nampak bagus dan indah, namun di dalamnya
penuh racun mematikan.
Solusi
Praktis dan Tuntas
Remaja Indonesia khususnya remaja
Bondowoso adalah mayoritas remaja Islam. Mengembalikan mereka kepada identitas
keislamannya dan memberi tuntunan perilaku sesuai Islam merupakan solusi jitu
dan menyelamatkan. Remaja dalam Islam sudah tertaklif secara hukum. Mereka akan
dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya kelak di akhirat. Ketika
remaja dididik dan dibentuk untuk taat syariat maka mereka otomatis akan menyesuaikan
perbuatannya dengan aturan dari Rabbnya. Karena itulah diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan orang tua.