Beranda

Jumat, 13 September 2013

DUTA KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DIBALIK PEMILIHAN DUTA KESEHATAN REMAJA


Kemarin, tanggal 10 September 2013 bertempat di Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso dilangsungkan Lomba Pemilihan Duta Kesehatan Remaja dengan peserta dari beberapa SMA di Bondowoso. Perlombaan ini dimaksudkan untuk  menyosialisasi dan mempromosi Program UKS & ARU dikalangan siswa dan sekolah agar siswa memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang positif dalam pengembangan dirinya melalui figur Duta Kesehatan Reproduksi Remaja. Pemilihan duta kesehatan ini dirasa lebih efektif karena komunikasi yang terjalin dilakukan dengan pendekatan dari, oleh, dan untuk siswa sehingga menjadi ramah siswa. Disamping itu, dilingkungan masyarakat secara umum icon Duta Kesehatan Reproduksi Remaja dirasa memberi nilai lebih dalam melaksanakan sosialisasi program. (http://dutakesehatanjember.webs.com/latar-belakang). Kenyataan tentang hakikat  Kesehatan Reproduksi Remaja versi WHO tidak diketahui oleh pihak sekolah dan siswa. Demikian pula kenyataan bahwa pemilihan Duta kesehatan remaja adalah pemilihan duta kesehatan reproduksi remaja ini jauh dari bayangan pihak sekolah dan siswa, sebagai peserta dan pelaku aktif nantinya.
Salah satu peserta semifinal menuturkan bahwa ketika sesi wawancara dia ditanya tentang masturbasi, bagaimana masturbasi –juri menyediakan boneka, tentang onani yang biasa dilakukan remaja pria, dan ejakulasi. Pertanyaan-pertanyaan ini sangat tidak logis, mencengangkan bahkan menyesakkan dada. Bagaimana di sebuah forum ilmiah muncul pertanyaan yang sangat “merusak”? Disadari tidak oleh dewan juri dan penyelenggara acara ini, materi pertanyaan-pertanyaan ini membuat peserta yang semula tidak tahu akan mencari tahu. Peserta yang semula tidak pernah mempraktikkan akan mencoba karena diburu oleh rasa penasaran dan pengaruh hormonal tubuhnya.
Ketika Duta Kesehatan Remaja ini adalah Duta Kesehatan Reproduksi Remaja, maka mereka akan menjadi juru kampanye berbagai program kesehatan reproduksi remaja termasuk mengampanyekan perilaku seks aman tanpa terjerumus seks bebas dan hamil.
Data Perilaku Seks Remaja
Hasil survey terhadap pelaku Seks Pranikah di 33 provinsi di Indonesia sebanyak  62,7%  (26, 23 juta) mereka menggunakan alat kontrasepsi. Bila dihitung dengan remaja putra total ada 22,4 juta pada tahun 2008, hasil penelitian KPAI (komisi perlindungan anak Indonesia).  Diperkirakan terdapat 40% remaja putri menggunakan alat kontrasepsi  untuk melakukan seks bebas atau sekitar 11,2 juta remaja putri remaja (survey KPAI, 2008). Akibatnya 25% (sekitar 7 juta) dari pelaku seks pranikah dan hamil memilih ABORSI. Pada tahun 2008 sebanyak  42.000 remaja putri tewas akibat melakukan aborsi (survey KPAI, 2008). Perilaku  seks bebas juga rawan tertular dan menularkan berbagai penyakit menular seksual.
Angka-angka ini cukup membuat miris siapapun yang peduli terhadap masa depan negeri ini. Hitam dan putih masa depan Indonesia ada di tangan generasi muda sekarang. Upaya untuk menyelamatkan remaja dari perilaku seks bebas adalah kewajiban pemerintah. Akan tetapi, menelisik dan mencermati bahaya-bahaya terselubung dibalik program-program manis kesehatan reproduksi remaja  yang ditawarkan oleh WHO sebagai badan kesehatan dunia jauh lebih penting lagi. Karena solusi yang harus diberikan kepada remaja adalah solusi yang dapat menyelamatkannya di dunia dan akhiratnya. Solusi yang menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru.
Kesehatan Reproduksi Remaja Versi WHO
Pengertian kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Dalam program KRR ini remaja tidak hanya disuguhi fakta-fakta biologis, tapi juga informasi dan keterampilan praktis kepada para remaja mengenai soal berkencan, menyalurkan hasrat seksual melalui masturbasi dan onani, hubungan seks aman, serta penggunaan kontrasepsi. Di Indonesia  pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan BKKBN mengeluarkan kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi melalui penyuluhan, seminar, buku saku dan dirumuskan dalam kurikulum formal maupun non formal. Dari segi muatan, materi  yang disampaikan berisi  gambar dan penjelasan vulgar, provokatif (keinginan untuk mencoba) serta tidak tepat sasaran (lebih tepat untuk pasutri). Indonesia mengadopsi langsung program ini dari negara asalnya, Amerika. Padahal di Amerika sendiri, remaja adalah pelaku aktif terbesar perilaku seks bebas dan pengguna terbanyak berbagai jenis alat kontrasepsi (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/06/15/pendidikan-seks-remaja-malah-semarakkan-seks-bebas). Fakta ini tidak pernah disadari dampaknya oleh para pengambil kebijakan.
Apabila diringkas, konten Kesehatan Reproduksi Remaja versi WHO adalah sebagai berikut:
·         Penjelasan perubahan fisik dan psikis remaja, perilaku Seks yang aman.Penjelasan cara reproduksi, pemakaian alat kontrasepsi, perilaku seks tanpa pasangan (masturbasi dan onani)
·         Terjadinya kehamilan dan cara mencegah Kehamilan tidak diinginkan (KTD)
·         Perilaku Aborsi yang aman apabila terlanjur terjadi kehamilan.
·         Info tentang PMS (Penyakit menular Seksual) dan cara pencegahannya
Solusi Ambigu Program ABCDE
Sebagai solusi bagi remaja, mereka menawarkan program ABCDE, yaitu Abstenstia (tidak melakukan hubungan seksual, namun bisa menyalurkannya melalui ‘media’ lain), be faithful (setia pada satu pasangan untuk mengurangi resiko tertular PMS), Condom (senantiasa menggunakan kondom saat melakukan aktivitas seksual dengan pasangan. Keberadaan ‘pengaman’ ini mudah didapati di minimarket-minimarket yang kini makin tersebar di tiap kecamatan), no Drug (tidak memakai narkoba dan miras), dan Equipment/education dengan memberikan pendidikan seks ala KRR WHO.
Para remaja setelah dibekali ilmu tentang kespro, dibebaskan memilih sikap yang mereka ambil asalkan bertanggung jawab. Apa arti dari bertanggung jawab? Artinya harus siap menghadapi resiko. Bukankah ini pendidikan yang mengarah pada liberalisme?
Gaya hidup serba boleh (permisif) ini perwujudan dari kebebasan berperilaku yang merupakan salah satu pilar dari pemikiran liberal yang diagung-agungkan masyarakat Barat. Dari sini jelas sudah bahwa dibalik upaya sosialisasi program kesehatan reproduksi remaja ada rekayasa global untuk mengeksiskan gaya hidup liberalis khususnya bagi para remaja. Oleh sebab itu, ketinggian sikap waspada harus selalu dimunculkan. Demikian pula dibutuhkan  kepekaan politis yang harus dimiliki saat ini, agar tidak terjebak pada rekayasa global yang disponsori Barat. Sekilas memang nampak bagus dan indah, namun di dalamnya penuh racun mematikan.
Solusi Praktis dan Tuntas
Remaja Indonesia khususnya remaja Bondowoso adalah mayoritas remaja Islam. Mengembalikan mereka kepada identitas keislamannya dan memberi tuntunan perilaku sesuai Islam merupakan solusi jitu dan menyelamatkan. Remaja dalam Islam sudah tertaklif secara hukum. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya kelak di akhirat. Ketika remaja dididik dan dibentuk untuk taat syariat maka mereka otomatis akan menyesuaikan perbuatannya dengan aturan dari Rabbnya. Karena itulah diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan orang tua.
                                                                       






Minggu, 19 Mei 2013

Menumbuhkan Kepatuhan Tanpa Syarat



Bunda, apakah masih ingat dongeng Malin Kundang, legenda Batu Belah, atau legenda Asal Mula Terjadinya Danau Toba? Walaupun beragam, dongeng-dongeng tadi memiliki kesamaan tema, yaitu anak yang durhaka kepada orang tua, anak yang tidak patuh kepada orang tua. Ketika mereka tidak mematuhi nasehat orang tuanya, maka mereka pun menuai akibatnya. Walaupun sangat fiktif dan imajinatif, dongeng-dongeng ini masih mengandung pesan moral yang kuat. Saat kita mendengar dongeng ini pertama kalinya, kita meyakini bahwa kelakuan anak yang mengumpat orang tuanya dan tidak mengakui kedua orang tuanya itu hanyalah dongeng. Ya, dongengan saja!
Kini kita kerap mendengar berita tentang seorang anak menganiaya ibunya. Ia tega melakukannya karena tidak dipenuhi keinginannya, bahkan ada yang tega membunuh ibu atau ayah kandungnya. Rupanya batas penghormatan dan ketaatan anak kepada orang tua mulai kabur. Jika demikian, siapa yang salah?
O…ow, stop!!! Tunggu dulu!!!
Memang secara kasat mata yang salah adalah sang anak. Akan tetapi bila dirunut ke belakang, tidak selamanya seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya semata-mata kesalahan sang anak. Di sana ada andil peran orang tua dalam membentuk karakter sang anak. Orang tua sering tidak menyadari bahwa mereka telah membentuk sikap durhaka kepada anak-anak mereka sendiri. Mereka lupa bahwa anak durhaka adalah korban salah asuh di saat anak masih dalam usia dini.

Belajar dari Al-Qur’an
            Sebagai kitab yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah Saw. Al-Qur’an memberi petunjuk kehidupan bagi manusia. Secara garis besar, manusia telah dituntun oleh Allah dalam mengarungi hidup ini. Salah satunya adalah tentang mendidik buah hati kita. Allah SWT memberi hikmah pendidikan yang besar dari Luqman kepada anak-anaknya. Dalam mendidik kepatuhannya, Luqman mengajarkan anak-anaknya agar terlebih dahulu mentaati Allah, sebagaimana firman-Nya:
“Hai anakku! Janganlah engkau sekutukan (sesuatu) dengan Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah penganiayaan (diri) yang besar (TQS. 31:13)
Setelah menanamkan ketaatan mutlak kepada Allah, barulah Luqman menyuruh anaknya untuk taat padanya. Itupun selama ketaatan kepada orang tua tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah. Nukilan TQS. Luqman: 13-14 mengungkapkan ajaran Luqman ini kepada anaknya:
Hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan ibu bapakmu. Kepada-Ku lah kembalimu. Dan jika mereka mengajarlan sungguh-sungguh untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mengerti tentangnya, maka janganlah engkau taati mereka. Tetapi bergaullah dalam urusan dunia dengan sopan.”
Dengan ditanamkannya ketaatan kepada Allah terlebih dahulu, maka buah hati kita terbiasa untuk taat kepada kita, baik saat kita (orang tua) ada atau tidak. Ibaratnya kita telah memberinya imunitas (kekebalan) dari pengaruh-pengaruh buruk. Mengapa demikian? Karena ia punya rasa taat kepada Allah yang selalu mengetahui perbuatannya. Kelak di akhirat Allah akan memberi reward yang tidak ternilai dan tidak ada tandinggannya di dunia, yaitu surga yang luasnya seluas langit dan bumi..
            Di ayat yang lain, yaitu  QS. Al Muzzammil ayat 2—5 yang terjemahnya berbunyi: “Bangunlah di malam hari (untuk Shalat), kecuali sedikit (daripadanya), setengahnya atau kurangilah sedikit dan bacalah Al-Qur’an secara tartil. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu Qaulan Tsaqiila.”  Itulah janji Allah SWT bagi orang-orang yang melaksanakan shalat dan membaca Al_Qur’an dengan tartil di malam hari. Mereka dijanjikan mendapatkan ‘Qaulan Tsaqiila atau perkataan yang berat (berwibawa). ‘Qaulan Tsaqiila yang dimiliki Rasulullah Saw. Telah membuat kaumnya berbondong-bondong masuk Islam.
            Ketika perintah ayah bunda dianggap sepi oleh buah hati, didengar telinga kanan keluar telinga kiri bahkan masuk telinga kanan lalu keluar lagi J Sudahkah kewibawaan itu bunda (ayah) miliki?
            Alhamdulillah. Para bunda (dan ayah) pembaca setia Al-Athfal ternyata memang orang tua pilihan untuk membentuk generasi Rabbany: generasi cerdas, taat syariat. Jika ada yang belum, mari bersama menjadi orang tua yang punya ‘Qaulan Tsaqiila. InsyaAllah, nantinya tidak akan menemui kesukaran dalam memberi perintah kepada buah hati karena dari wajah ini akan terpancar cahaya bekas sujud di malam hari. Ucapan-ucapan yang terlontarpun akan penuh wibawa dan mempesona buah hati untuk mematuhinya.

Beri Penjelasan yang Bisa Dimengerti bukan Mendustainya
            Beri penjelasan ringan sebatas kemampuan buah hati, mengapa sesuatu hal diperintahkan sedang hal yang lain dilarang. Jangan sekali-kali memberi keterangan dusta dalam hal ini. Apabila anak berusia 2-4 tahun dilarang bermain di gang depan rumahnya, beri penjelasan. Misalnya,  bisa luka kalau ditabrak sepeda motor, kulitnya bisa berdarah kalau ditabrak kakak-kakak yang bermain sepeda. Daripada dusta disertai ancaman seperti, “Nanti ade dibawa pemulung trus dimasukkan ke dalam karungnya,” atau “Ada orang gila ngamuk.” Atau yang fatal akibatnya setelah besar nanti, misalnya, menakuti-nakuti dengan polisi, suntikan dokter padahal keberadaan dokter dan polisi akan sangat dia butuhkan kelak. Atau yang agak ekstrem menakutinya dengan hantu, pocong, tuyul. Ketakutan-ketakutan ini disistematis sejak kecil
            Aisyah ra. Menceritakan sebuah kisah, ketika Rasulullah saw. Bertemu dengan seorang wanita yang sedang membujuk anaknya dengan berkata, “Kemarilah Nak, nanti akan aku berikan kurma kepadamu.” Mendengar bujukan tersebut Rasulullah pun mengingatkan kepada si wanita, “Apakah benar engkau akan memberikan kurma kepada anak kecil itu? Jika tidak, cukuplah itu akan tercatat sebagai dusta bagimu.
            Jika pada awalnya anak terbujuk iming-iming itu, maka dia akan patuh. Namun setelah dia tahu bahwa iming-iming sekedar iming-iming (dibohongi), anak akan kehilangan kepercayaan kepada orang tua, dan ini dapaknya sangat buruk nantinya. Selain menjadi anak suka membangkang, dia juga akan mahir bersilat lidah (berbohong)

Perintah Sebatas Kemampuan
            Perintah yang di luar kesanggupan dan kemampuan anak, boleh jadi akan menyebabkan krisis syaraf dan buruk perangai. Perintah orang tua kepada anak berusia 3-4 tahun untuk selalu hadir di PAUD dari senin—sabtu, dengan jumlah siswa lebih dari 20, diasuh tutor yang berperangai keras dan suka memberi pe-er menulis, tentu tidak sesuai dengan kebutuhan psikologis anak yang sedang senang-senangnya bermain dan masih sangat bergantung kepada ibunya. Jika orang tua memaksakan kehendaknya, bisa jadi anak menurut, dengan resiko menumbuhkan antipati pada sekolah, atau anak akan membangkang dengan cara berbohong dan mengembangkan perangai buruk lainnya, misalnya menjadi anak yang “sangat aktif” sehingga menggangu jalannya pembelajaran.
            Terlebih jika bunda (ayah) mendidik terlalu ketat untuk tunduk secara buta (otoriter) kepada mereka, jika tidak dipatuhi salah satu dari bunda (ayah) akan mengomel panjang seperti kereta api, ini adalah kebiasaan buruk yang harus mulai dihindari. Memaksakan pendapat secara kasar kepada anak, bukan cara yang efektif untuk menumbuhkan kepatuhan. Perlakuan terlalu keras atau kasar dalam mendidik anak justru sama saja dengan mendidik lewat cara menyepelekannya.
            Untuk mengetahui sampai dimana batas kemampuan anak sesuai perkembangan usianya, memerlukan pengetahuan tersendiri. Bunda (ayah) memahami perkembangan anak ini bisa melalui buku tentang tumbuh kembang anak atau rutin menanyakan kepada ahlinya.

Seni Berkomunikasi dengan Buah Hati
            Boy will be boy! Anak-anak tetaplah anak-anak dengan segala tingkah polahnya yang kadang menggelikan, konyol, bahkan menyebalkan. Mereka memiliki keunikan. Mereka adalah manusia kecil yang belum sempurna akalnya (proses berpikirnya). Jika kita hendak berbicara dengan mereka, selamilah pribadinya, nalurinya, akhirnya kita akan bisa berempati padanya. 

            Konsisten (istiqamah) sangat diperlukan dalam menetapkan dan menjalankan aturan. Bila aturannya berubah-ubah, atau menerapkan aturan tanpa pertimbangan matang, maka bisa menyebabkan anak berjiwa tegang penuh kebimbangan dan melunturkan rasa kepercayaan terhadap kedua orang tuanya. Bunda tidak boleh cepat mengalah menghadapi rengek tangis anak. Usahakan tidak meladeni kemauan anak selama tidak ada alas an yang bias ditoleransi. InsyaAllah, lama-kelamaan anak akan sadar bahwa ia tidak bisa menggunakan senjata tangis untuk merayu ibunya.

           



Kamis, 09 Mei 2013

Sabar terhadap Qadha

Sabar dan Ridha Terhadap Qadha’

Sabar dan ridha terhadap qadha’ (ketetapan) Allah SWT adalah di antara sikap teragung yang harus dimiliki seorang Mukmin. Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Amr bin Saad bin Abi Waqash dari ayahnya, “Saya kagum terhadap orang Mukmin. Jika kebaikan menimpa dirinya, dia memuji Allah dan bersyukur. Jika musibah menimpa dirinya, ia tetap memuji Allah dan bersabar. Karena itulah seorang Mukmin akan diberi pahala pada setiap perkara apapun yang menimpa dirinya.” (HR Ahmad, Abdurrazzaq, ath-Thabrani).
Anas bin Malik ra juga berkata, “Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau tiba-tiba tertawa dan berkata, “Tahukah kalian mengapa saya tertawa?” Para Sahabat berkata, “Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu.” Beliau kemudian bersabda, “Saya kagum terhadap seorang Mukmin. Sesungguhnya Allah SWT tidak menetapkan suatu qadha’ atas dirinya melainkan hal demikian adalah baik bagi dirinya.” (HR Ahmad).
Tentu saja, seorang Mukmin sejatinya bersikap sabar dan ridha terhadap apa pun ketetapan (qadha’) Allah SWT. Terkait hal ini, ada riwayat bahwa seorang laki-laki dari kaum Anshar berkata bahwa pernah ditanyakan kepada Aisyah, “Apa yang banyak dikatakan oleh Rasulullah SAW di rumahnya jika beliau sendirian?” Aisyah ra berkata, “Yang paling banyak beliau ucapkan saat sendirian di rumahnya adalah, ‘Perkara apa pun yang Allah tetapkan pasti bakal terjadi.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Salah satu tanda seseorang ridha terhadap qadha’ Allah SWT adalah dia akan selalu sabar. Ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Musya al-‘Asy’ari ra yang pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sabar itu adalah bentuk keridhaan.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Selain itu, Muhammad bin Muslim menuturkan bahwa seseorang pernah datang kepada Rasulullah SAW. Ia lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat/nasihat, tak perlu banyak-banyak, “Jangan kamu mencela Allah terkait dengan apapun yang telah Dia tetapkan untuk kamu.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi).
Kemudian, terkait firman Allah SWT (yang artinya): Siapa saya yang beriman kepada Allah, Allah pasti akan memberikan petunjuk kepada kalbunya (TQS At-Taghabun: 11), ‘Alqamah berkata, “(Di antaranya) terkait dengan musibah yang menimpa seorang Mukmin. Kemudian dia menyadari bahwa itu semata-mata datang dari sisi Allah. Karena itu ia menerima musibah itu dengan sikap pasrah dan ridha.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Seorang Mukmin yang ridha terhadap qadha’ Allah SWT akan merasakan ketentraman dan tidak mudah galau. Dalam hal ini, Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ridha adalah pintu Allah teragung, surga dunia dan ‘ketentraman’ para ahli ibadah.” (Ibn Abi ad-Dunya’).
Selain itu, sikap ridha terhadap qadha’ Allah SWT akan mendatangkan pahala dan sebaliknya. Terkait ini, suatu ketika Ali bin Abi Thalib ra pernah melihat Adi bin Hatim tampak muram dan sedih. Karena itu beliau bertanya, “Mengapa, saya lihat, engkau tampak muram dan sedih?” Adi bin Hatim balik bertanya, “Apakah tidak boleh saya mencucurkan air mata, sementara anak saya benar-benar telah terbunuh.” Ali bin Abi Thalib kemudian berkata, “Wahai Adi, ingatlah sesungguhnya siapa saja yang ridha terhadap qadha’ Allah yang menimpa dirinya, dia akan mendapatkan pahala; dan siapa saja yang tidak ridha terhadap qadha’ Allah yang menimpa dirinya maka terhapuslah amal-amalnya.” (HR Ibn Abi ad-Dunya).
Lalu bagaimana supaya kita dapat selalu ridha terhadap qadha’ Allah SWT? Tidak lain dengan meninggalkan syahwat. Demikianlah sebagaimana dituturkan oleh Ahmad bin Abi al-Hawari bahwa Abu Sulaiman pernah berkata, “Jika seorang hamba mampu meninggalkan syahwatnya maka dia akan menjadi orang yang ridha.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Ash-Shabr wa ar-Ridha, I/50).
Sikap ridha terhadap qadha’ Allah SWT juga bisa ditunjukkan dengan tidak banyak berangan-angan. Hafs bin Humaid bercerita bahwa ia pernah bersama-sama Abdullah bin al-Mubarak di Kufah saat putrinya meninggal. Ia lalu bertanya, “Apa itu ridha?” Abdullah bin al-Mubarak menjawab, “Ridha adalah tidak mengangan-angankan sesuatu yang berbeda dengan keadaannya.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Ash-Shabr wa ar-Ridha, I/51).
Sikap ridha terhadap qadha’ Allah SWT ditunjukkan secara jelas oleh sikap Umar bin al-Khaththab ra yang pernah berkata, “Tak masalah bagiku apapun kondisi yang terjadi, baik yang aku sukai ataupun yang tidak aku sukai. Sebab sesungguhnya aku tidak tahu apakah kebaikan itu ada dalam perkara yang aku sukai atau yang tidak aku sukai?” (Ibn Abi ad-Dunya’, Ash-Shabr wa ar-Ridha’, I/54).
Semoga kita bisa menjadi orang yang senantiasa sabar dan ridha terhadap apapun yang telah menjadi qadha’ Allah SWT. Amin. [] abi

Selasa, 26 Februari 2013

Husnudzon pada Buah Hati


Aldo, bocah 4 tahun yang superaktif itu asyik berlari kesana kemari mengitari ruangan. Tangannya terulur ke depan mirip Superman. Sesekali dia berhenti untuk menghadapi ‘lawannya’. Hiaat…hiiaaat! Berikutnya dia berlari lagi ke ruang dalam. Ups, ternyata dia menemukan taplak meja. Oh…hoo, taplak itu diikatkan ke lehernya, jadilah Superman.
Tentu saja, ulahnya itu membuat malu dan jengkel ibunya yang sedang bertamu ke rumah Bu Iffah. Mulanya sang ibu membiarkan Aldo bebas bertingkah, tetapi sekarang tidak. Suara Aldo sudah cukup mengganggu perbincangan ibu dan tuan rumah.
Ibu mengancam dengan suara tinggi sambil menatap tajam wajah sang buah hati,”Aldo, kembalikan taplaknya!”
Tanpa peduli Aldo meneruskan aktifitasnya, berimajinasi terbang layaknya Superman. Sementara sang Ibu meneruskan teguran kerasnya pada Aldo. Aldo juga semakin cuek. Akhirnya, sang ibu meraih tangan Aldo dengan keras.
“Nggak! Nggak mau…!” Aldo berusaha menarik tangannya sambil membalas tatapan ibunya dengan marah.
Melihat suasana yang semakin tegang, Bu Iffah berinisiatif menengahi, “Ndak…, Aldo ndak nakal kok. Aldo anak shalih, anak pinter. Sudahlah Bu, biarkan saja. Aldo anak yang bertanggung jawab, kok. Ntar pasti taplaknya dikembalikan lagi ke meja kalo udah bosen maennya. Bukan begitu ya, sayang?”
Sungguh sebuah komentar yang menyejukkan, menenangkan, dan membuat Aldo merasa aman. Mendadak emosi Aldo reda. Sejurus kemudian dia membuka ikat taplak meja di lehernya lalu mengembalikannya.

Membangun Motivasi Anak dengan memberikannya Kepercayaan


            Respon positif yang ditunjukkan Aldo adalah berkat kepercayaan yang diberikan Bu Iffah kepadanya. Sebutan anak yang bertanggung jawab dan keyakinan akan mengembalikan taplak meja ke tempatnya benar-benar membuat Aldo bersemangat untuk berbuat sesuai persangkaan itu. Kepercayaan yang ia terima telah menumbuhkan sebuah energi dan motivasi untuk menjaga kepercayaan tersebut!
            Prasangka merupakan salah satu wujud kepercayaan. Prasangka baik (husnudzdzan) menunjukkan adanya kepercayaan, sebaliknya prasangka buruk (suudzdzan) menunjukkan ketiadaan kepercayaan. Hal ini menimbulkan perasaan benci, terhina, dan keinginan untuk meneruskan perbuatannya seperti yang disangkakan itu.

Membangun Sikap Husnudzon


            Berprasangka baik kepada anak yang berperilaku baik merupakan pekerjaan mudah. Akan tetapi membangun prasangka baik terhadap anak yang bertingkah buruk, bagaimana memulainya? Keragu-raguan seperti inilah yang membuat ibu Aldo sulit berprasangka baik kepada Aldo. Sebab si anak aktif itu memang sudah sering membuat masalah di mana saja, dan kapan saja. Aldo benar-benar (pembuat masalah) trouble maker bagi ibunya. Astaghfirullah!
            Untuk menghilangkan keragu-raguan ini, orang dewasa sebaiknya meninjau kembali tentang hal-hal yang berkaitan dengan terbentuknya karakter anak, yaitu:

Kesatu, hendaknya diyakini bahwa setiap anak dilahirkan dalam fitrah yang bersih seperti kertas putih. Orang tuanyalah yang paling banyak berperan mengarahkannya, menjadikan anak yang berkarakter baik atau buruk. Karena itu, berhati-hatilah dalam memberikan contoh/teladan. Sengaja atau tidak, selalu ada efek negatif maupun positif.  Siapa saja dalam pantauan si kecil selalu terekam dengan baik, ibu yang sering mengomelinya, ayah yang sering menjewernya, nenek yang sering membelikannya jajanan, dan sebagainya.
Kedua, Lingkungan juga turut mewarnai terbentuknya karakter buah hati. Tetangga, media massa, teman sekolah mereka, teman bermain di rumah, bahkan penjual tahu tempe keliling yang tiap pagi mampir ke rumah bisa menjadi teladannya. Semuanya mengharuskan orang tua memberi penjelasan , mengarahkan perilaku meniru agar yang diteladaninya hanyalah kebaikan saja.
Alangkah indah andai masyarakat ini tertata sesuai aturan Alah. Atmosfir iman menyelimuti bumi, hingga tiap teladan adalah baik. Tentu amat mudah bagi ibu membangun husnudzdzan pada buah hati, sekalipun dia trouble maker.
Ketiga, Menyadari sepenuhnya bahwa proses berpikir anak belumlah sempurna. Mengindera, mengaitkan dengan pesan ibu dan ayah, lalu membuat kesimpulan. Muncul ungkapan polosnya, keluar tingkahnya yang kadang menjengkelkan bagi kita. Jika pesan ibu atau ayah salah, ungkapan maupun perilakunya menjadi keliru.
Proses berpikir anak yang belum sempurna ini menjadikan orang tua hendaknya tidak pernah bosan untuk menanamkan pesan-pesan kebaikan saja, sampaikan dengan menarik dan di saat yang tepat, hargai kemanusiaan buah hati. Ia sebenarnya mudah tersinggung, marah, merasa tak dihargai walaupun tak terungkap baik dengan kata-katanya. Adanya tangisan dan perilaku buruknya, membuktikan semuanya.
            Pesan siapa yang lebih berpengaruh bagi buah hati, bergantung mana pesan yang paling menarik.,mana pesan yang disampaikan dengan menampakkan kasih sayang, mana pesan yang menghargai kemanusiaannya. Bukankah si kecil buah hati juga manusia? Ia ingin eksis, ingin dihargai, ingin disayang, ingin diakui kemampuannya, ingin juga diberi kepercayaan oleh manusia dewasa. Pengelolaan terhadap naluri-naluri buah hati mestilah tepat. Agar terpenuhi sebagaimana dikehendaki Allah, tak melanggar misi hidupnya di dunia, yaitu hidup ini hanya ditujukan semata untuk meraih ridho-Nya.
             Nah, ibu, tunggu apalagi? Sekaranglah saatnya untuk senantiasa menanamkan husnudzdzan walaupun pada si trouble maker agar kelak dia menjadi problem solver. Wallahu ‘alam bisshawab.

Rujukan:
Istadi, Irawati, Mendidik dengan Cinta, Bekasi: Pustaka Inti, 2006
Salamah, Ridha, Menjadi Orang Tua Sejati, Jakarta: Wadi Press, 2005

Kamis, 21 Februari 2013

Kondisi Jalan Buruk: Cerminan Buruknya Layanan Publik Sistem Demokrasi

Oleh : Maiyesni Kusiar
(Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Kerusakan jalan-jalan di Indonesia merupakan  pemandangan yang sudah biasa. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di pedesaan yang jauh dari pusat pemerintahan bahkan  juga terdapat di Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan.  Kondisi jalan ini semakin parah jika datang musim penghujan. Seperti saat ini, Data Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta menyebutkan, sejak awal Januari, terdapat 6.464 titik jalan rusak dengan luas 2.747.801 meter persegi. Rinciannya antara lain, Jalan Kramat Raya, Jalan Suprapto, Jalan Gunung Sahari, Jalan Pegangsaan Dua, Jalan Panjang, Jalan Daan Mogot, Jalan Budi Raya, Jalan Palmerah Utara, Jalan Cendrawasih, Jalan Ciledug, Jalan Pattimura, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Dewi Sartika, Jalan Otista, Jalan UP Panjaitan, dan Jalan I Gusti Ngurah Rai. Diperkirakan, jumlah tersebut masih akan bertambah karena puncak musim penghujan diprediksi masih akan terjadi hingga Februari nanti. (INILAH.COM/14/1/13).
Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada jalan penghubung antara Jakarta dan Kota-Kota Satelit (Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) di sekitarnya. Sebagian besar jalan rusak berupa jalan berlubang, amblas, retak berlubang, dan jalan yang bergelombang. Faktor penyebab rusaknya jalan antara lain mutu jalan yang buruk, buruknya drainase yang menyebabkan air mudah menggenang ketika hujan,  dan peruntukan jalan yang tidak semestinya.
Warga telah melakukan berbagai aksi keprihatinan sebagai protes terhadap buruknya insfrastruktur jalan. Berupa pemblokiran jalan, penanaman pohon pisang, memancing lele di tengah kubangan jalan, namun tanggapan pemerintah dirasa lamban dan saling melempar tanggung jawab hingga ada jalan-jalan yang bertahun-tahun tidak juga diperbaiki. Warga Kampung Rawa Denok, di  Jalan Keadilan Cipayung, Depok melakukan aksi blokir jalan dengan menanam pohon pisang dan membangun jamban di jalan yang sudah rusak. Aksi ini dilakukan sebagai protes kepada Pemerintah Kota Depok yang tak kunjung memperbaiki jalan rusak yang sudah berlangsung selama 7 tahun (Okezone, 10/4/2012)
Sistem Kapitalis Abai Terhadap Pelayanan Publik
Buruknya layanan publik seperti jalan raya bukti abainya pemerintah dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Keadaan ini terjadi merupakan keniscayaan dari sistem demokrasi kapitalis yang diemban oleh pemerintah saat ini. Sistem demokrasi kapitalis meminimalkan peran negara dalam pelayanan dan sistem politik  serta birokrasi yang berbelit-belit membuat negara semakin tidak  mampu dalam melakukan pelayanan kepada rakyatnya.
Permasalahan jalan tidak terlepas dari pembahasan tiga hal, yakni penganggaran dan perencanaan jalan, pelaksanaan peruntukan jalan, dan mekanisme kewenangan pengelolaan jalan. Pertama, perbaikan jalan tergantung anggarannya. Dr. Ir. Hedy Rahadian, Msc, Kepala Sub Direktorat Teknik Jalan Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga  mengatakan Kementerian PU butuh Rp 147 triliun dalam 5 tahun namun saat ini masih belum sepenuhnya dapat anggaran tersebut (http://www.otomotifnet.com/20Juli/2012). Akibatnya hampir diseluruh jalan di wilayah Indonesia kondisi jalannya buruk tidak dapat diperbaiki secara penuh . Sebagaimana yang dikeluhkan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengawasan Teknik, Direktorat Jenderal Bina Marga, Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional IV Kemenpu Didik Rudjito, perbaikan jalan negara yang ada di Jakarta yang merupakan tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu) hanya sepanjang 12,9 km dari total panjang negara di Jakarta sepanjang 142,65 km. Perbaikan jalan secara keseluruhan tidak bisa dilakukan karena anggaran yang sebelumnya diajukan Kemenpu tidak disetujui Badan Anggaran DPR RI (Suara pembaharuan, 15/2/12).
Pengalokasian anggaran pun harus melalui proses panjang, sehingga perbaikan jalan terkesan lama. Penganggaran proyek perbaikan jalan mengikuti penetapan anggaran tahunan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang proyek yang biasanya dilakukan pertengahan tahun membuat pembangunan jalan praktis dimulai pada akhir tahun. Dana yang keluar pada musim penghujan membuat kualitas aspal tidak cukup bagus.
Kedua, kerusakan jalan terkait konsistensi pelaksanaan peraturan pemakaian jalan, seperti jumlah muatan kendaraan maupun stratifikasi jalan. Stratifikasi jalan 1, 2, dan 3 tergantung pada kapasitas kendaraan, tetapi hal ini sering dilanggar. Seperti truk kelebihan muatan tidak pernah diturunkan muatannya di pos penimbangan jalan demikian juga pada stratifikasi jalan ketiga yang berada di daerah perumahan tetapi masih dilewati truk dan bus, sehingga jalan tersebut cepat rusak.
Disamping itu menurut Departemen Perhubungan (Dephub) kerusakan jalan yang terjadi belakangan ini bukan hanya akibat kelebihan muatan dan bencana alam. Kerusakan justru lebih banyak disebabkan oleh konstruksi jalan yang tidak memenuhi standar. Baik menyangkut kepadatan tanah, beton, dan aspal. Kerusakan lain adalah akibat sistem pengendalian air (drainase) .
Ketiga, mekanisme kewenangan pengelolaan merupakan hal penting bagi efektifitas pengelolaan jalan. Di Indonesia persoalan kewenangan memperbaiki jalan terkotak-kotak. Dalam satu wilayah atau kota, penyelenggara dan penanggungjawab perawatan dan perbaikan jalan bisa berbeda-beda tergantung status jalan. Pembagian jalan mengikuti status jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota inilah yang sering membuat nasib jalan terkatung-katung karena lemahnya koordinasi dan beban anggaran yang diluar kemampuan penyelenggara jalan.
Ketika mendapat pengaduan dari publik, pemerintah dapat saling melempar tanggung jawab meskipun dalam wilayahnya. Seperti Jalan Soekarno Hatta di Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat rusak parah dan butuh diperbaiki pemerintah.  Jalan nasional Soekarno Hatta itu sudah rusak empat tahun terakhir dan tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah dengan memperbaikinya.”Balai Jalan Nasional Sulawesi maupun pemerintah di Provinsi Sulbar serta Pemerintah Kabupaten Mamuju saling lempar tanggung jawab untuk memperbaiki jalan itu, sehingga kini kondisi jalan itu semakin rusak (Antara News,26/1/2013)
Sistem Khilafah : Memberikan Pelayanan publik  Berkualitas
Sistem transportasi yang terintegrasi telah lama dimiliki umat Islam. Jalan-jalan dibangun secara terencana. Menghubungkan ibu kota kekhalifahan dengan kota-kota lain. Selain itu, berfungsi pula menopang kegiatan komersial, sosial, administratif, militer, dan sejumlah hal lainnya. Hal ini tidak terlepas dari sistem politik islam yang diterapkan Daulah Khilafah saat itu yang memiliki keunggulan yaitu hukum berasal dari Allah SWT sehingga bersifat  pasti dan struktur pemerintahan sederhana dimana Khalifah memiliki kekuasaan penuh sehingga  pemerintahan berjalan efektif dan efisien. Pada akhirnya menciptakan atmosfir ketaqwaan yang kuat pada diri penguasa dan aparatnya.  Lahirnya tanggung-jawab dan empati yang tinggi terhadap persoalan masyarakat, dan bersikap antisipatif dalam segala hal yang akan memudharatkan masyarakat. Hal ini terlihat dari ungkapan khalifah  Umar Bin Khatab “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’.
Sistem politik Khilafah menyediakan layanan publik yang berkualitas dalam hal ini penyediaan infrastuktur jalan maupun jembatan dengan 5 indikator pelayanan yaitu memiliki aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, kecepatan dan kenyamanan dapat dilakukan karena : Pertama, mengenai anggaran.  APBN Khilafah tidak dibuat dan disahkan setiap tahun karena pos pendapatan dan pengeluarannya telah ditetapkan oleh syariah. Sebagai contoh, pada pengeluaran terdapat pos pembiayaan untuk kemaslahatan dan perlindungan umat yang apabila pos tersebut tidak ditunaikan dapat menimbulkan dhahar, termasuk di dalam pos pembiayaan kemaslahatan ini adalah perbaikan jalan umum.
Kedua, kewenangan pengelolaan jalan. Kewenangan pengelolaan jalan Khilafah tidak terkotak-kotak sebagai jalan nasional-provinsi-kabupaten. Satu wilayah diurus oleh satu penanggungjawab, sehingga publik tidak dipingpong ketika melakukan pengaduan maupun meminta pertanggungjawaban penguasa ketika jalan rusak. Penyelenggara jalan hanyalah satu, yakni Wali/Amil Wilayah yang diangkat oleh Khalifah. Wali/Amil dalam melaksanakan kemashlahatan umat dibantu secara teknis oleh diwan kemashlahatan umum.
Ketiga, peraturan mengenai pemakaian jalan. Khalifah memiliki hak untuk mengatur urusan rakyat. Khalifah berhak melegislasi hal-hal mubah yang diperlukan untuk memudahkan pengaturan urusan rakyat. Hal-hal yang ditetapkan oleh penguasa otomatis menjadi undang-undang yang wajib secara syar’i dijalankan dan ditaati semua pihak terkait. Misalnya mengenai pembagian pengaturan stratifikasi jalan 1, 2, dan 3 tergantung dari kapasitas kendaraan. Disamping karena faktor keimanan rakyat dan aparat untuk menaati ketetapan hukum penguasa, keberadaan Al-Muhtasib atau qadhi hisbah memeriksa dalam perkara yang termasuk hak umum tanpa menunggu adanya tuntutan termasuk perkara yang menjamin dijalankannya ketetapan tersebut. Sehingga  penggunaan jalan sesuai peruntukkannya akan menjaga keawetan jalan tersebut.
Dengan demikian jelaslah sudah bahwa permasalahan buruknya infrastruktur jalan yang terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari pedesaan yang dari pusat pemerintahan sampai Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia akibat penerapan Sistim Demokrasi Kapitalis.[]